PEDULI KARENA SAYANG, MERINTIS KEBAIKAN ATAS KEBENARAN NILAI-NILAI LUHUR DAN KEBENARAN HATI TERDALAM SEBAGAI CERMIN KEBENARAN HAKIKI SANG PEMILIK HATI
Jumat, 14 Februari 2014
Jumat, 07 Februari 2014
Demokrasi di Indonesia
Pengertian Demokrasi
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu "Demos" yang berarti rakyat dan kratos yang berarti kekuasaan. Secara bahasa Demokrasi adalah
kekuasaan yang berada ditangan rakyat(pemerintahan rakyat). Maksud dari
pemerintahan rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi dipenggang oleh
rakyat. Jadi demokrasi adalah sebuah bentuk sistem pemerintahan dalam
rangka mewujudkan kedaulatan rakyat yang dijalankan oleh pemerintah.
Pegertian Demokrasi menurut Ahli
Budaya Demokrasi
Kata budaya berasal dari kata budi/akal dan daya/kemampuan maka budaya adalah kemampuan akal manusia. Secara bahasa budaya demokrasi berarti kemampuan akal manusia tentang berdemokrasi.
Pengertian Budaya Demokrasi dapat dilihat dari tiga sudut. Yang pertama adalah budaya demokrasi formal, yaitu suatu sistem pemerintahan yg hanya dilihat dari ada atau tidaknya lembaga politik demokrasi seperti perwakilan rakyat .
Yang kedua adalah budaya demokrasi wajah(permukaan), yaitu demokrasi yang hanya tampak dari luar, sedangkan di dalamnya tidak ada sama sekali unsur demokrasi.
Yang ketiga demokrasi substantif, yaitu demokrasi yang memberikan
kesempatan(hak suara) untuk menentukan kebijakan kepada seluruh
golongan masyarakat tanpa memandang kedudukan atau apapun dengan tujuan
menjalankan agenda kerakyatan.
Budaya Demokrasi pada intinya adalah budaya yang menomorsatukan
kepentingan masyarakat dalam pembuatan keputusan mengenai kebijakan
negara.
Kelebihan
+ Demokrasi memberi kesempatan untuk perubahan di tubuh pemerintahan tanpa menggunakan kekerasan.
+ Adanya pemindahan kekuasaan yang dapat dilakukan melalui pemilihan umum
+ Sistem demokrasi mencegah adanya monopoli kekuasaan
+ Dalam budaya demokrasi, pemerintah yang terpilih melalui pemilu akan
memiliki rasa berutang karena rakyat yang memilihnya, oleh karena
itu hal ini akan menimbulkan pemicu untuk bekerja sebaik-baiknya untuk
rakyat
+ Masyarakat diberi kebebasan untuk berpartisipasi yang menimbulkan rasa memiliki terhadap negara.
Kekurangan
- Masyarakat bisa salah dalam memilih dikarenakan isu-isu politik
- Fokus pemerintah akan berkurang ketika menjelang pemilu masa berikutnya
- Massa dapat memengaruhi orang
Pendidikan Demokrasi
Pendidikan demokrasi diartikan sebagai upaya sistematis yang dilakukan Negara dan masyarakat untuk memfasilitasi individu warga negaranya agar memahami, meghayati, megamall kan dan mengembangkan konsep, prinsip dan nilai demokrasi sesuai dengan status dan peran nya dalam masyarakat ( winataputra, 2006 : 12)
Demokrasi memang tidak diwarisi , tetapi ditangkap dan dicerna melalui proses belajar oleh karena itu untuk memahaminya diperlukan suatu proses pendidikan demokrasi. Pendidikan demokrasi dalam nerbagai konteks, dalam hal ini untuk pendidikan formal ( disekolah dan perguruan tinggi), non formal ( pendidikan diluar sekolah dan informal ( pergaulan dirumah dan masyarakat kulturaluntuk membangun cita – cita, nilai, konsep, prinsip, sikap, dan keterampilan demokrasi dalam berbagai konteks(Winaputra,2006:19)
Pendidikan Demokrasi
Pendidikan demokrasi diartikan sebagai upaya sistematis yang dilakukan Negara dan masyarakat untuk memfasilitasi individu warga negaranya agar memahami, meghayati, megamall kan dan mengembangkan konsep, prinsip dan nilai demokrasi sesuai dengan status dan peran nya dalam masyarakat ( winataputra, 2006 : 12)
Demokrasi memang tidak diwarisi , tetapi ditangkap dan dicerna melalui proses belajar oleh karena itu untuk memahaminya diperlukan suatu proses pendidikan demokrasi. Pendidikan demokrasi dalam nerbagai konteks, dalam hal ini untuk pendidikan formal ( disekolah dan perguruan tinggi), non formal ( pendidikan diluar sekolah dan informal ( pergaulan dirumah dan masyarakat kulturaluntuk membangun cita – cita, nilai, konsep, prinsip, sikap, dan keterampilan demokrasi dalam berbagai konteks(Winaputra,2006:19)
> dilihat dari cara penyaluran aspirasi rakyat;
- Demokrasi Langsung
Demokrasi langsung adalah sistem demokrasi yang memberikan kesempatan
kepada seluruh warga negaranya dalam permusyawaratan saat menentukan
arah kebijakan umum dari negara atau undang-undang. Bisa dikatakan
demokrasi langsung adalah demokrasi yang bersih karena rakyat diberikan
hak mutlak untuk memberikan aspirasinya.
- Demokrasi Tidak Langsung
> dilihat dari dasar yang dijadikan prioritas atau titik perhatian;
- Demokrasi Material
- Demokrasi Formal
- Demokrasi Campuran
> dilihat dari prinsip ideologi;
- Demokrasi Rakyat
Demokrasi rakyat(proletar) adalah sistem demokrasi yang tidak mengenal
kelas sosial dalam kehidupan. Tidak ada pengakuan hak milik pribadi
tanpa ada paksaan atau penindasan tetapi untuk mencapai masyarakat yang
dicita-citakan tersebut dilakukan dengan cara kekerasan atau paksa atau
dengan kata lain negara adalah alat untuk mencapai cita-cita kepentingan
kolektif. Demokrasi rakyat merupakan demokrasi yang berdasarkan paham
marxisme atau komunisme.
- Demokrasi Konstitusional
Demokrasi konstitusional adalah demokrasi yang dilandaskan kebebasan
setiap orang atau manusia sebagai makhluk sosial. Hobbe, Lockdan
Rousseaue mengemukakan pemikirannya tentang negara demokrasi bahwa
negara terbentuk disebabkan oleh benturan kepentingan hidup orang yang
hidup bermasyarakat. Ini mengakibatkan terjadinya penindasan diantara
mereka. Oleh sebab itu kumpulan orang tersebut membentuk komunitas yang
dinamakan negara atas dasar kepentingan bersama. Akan tetapi fakta yang
terjadi kemudian adalah munculnya kekuasaan berlebih atau
otoriterianisme.
Hal inilah yang menjadi pemicu pemikiran baru yakni demokrasi liberal.
Setiap individu dapat berpartisipasi melalui wakil yang dipilih melalui
pemilihan sesuai ketentuan. Masyarakat harus dijaminan dalam hal
kebebasan individual(politik, sosial, ekonomi, dan keagamaan).
> dilihat dari kewenangan dan hubungan antara alat kelengkapan negara;
- Demokrasi Sistem Parlementer
Indonesia pernah menerapkan demokrasi parlementer yaitu pada tahun
1945-1959. Dalam sistem demokrasi parlementer, Indonesia memiliki kepala
negara dan kepala pemerintahan sendiri. Selama periode ini konstitusi
yang digunakan adalah Konstitusi RIS dan UUDS 1950. BAnyak kelebihan
yang dirasakan ketika Indonesia menerapkan sistem demokrasi parlementer
antara lain:
1. Parlemen menjalankan peran yang sangat baik
2. Akuntabilitas pemengang jabatan tinggi
3. Partai plitik diberi kebebasan dan peluang untuk berkembang
4. Hak dasar setiap individu tidak dikurangi
5. Pemilihan umum dilaksanakan benar2 dengan prinsip demokrasi (Pemilu 1955)
6. Daerah diberikan otonomi dalam mengembangkan daerahnya sesuai dengan asas desentralisasi
Meskipun banyak sekali kelebihan yang dirasakan, demokrasi parlementer
dianggap gagal karena beberapa alasan yang dikemukakan para ahli sebagai
berikut:
1. Usulan Presiden(Konsepsi Presiden) tentang Pemerintahan yang berasaskan gotong-royong( berbau komunisme)
2. Dewan Konstituante yang bertugas menyusun Undang-undang(konstitusi) mengalami kegagalan dalam merumuskan ideologi nasional.
3. Dominan sekali politik aliran yang memicu konflik
4. Kondisi ekonomi pasca kemerdekaan masih belum kuat.
- Demokrasi Sistem Presidensial
Sejarah Demokrasi
Kata demokrasi berasal dari Athena,Yunani Kuno sekitar abad ke-5SM.
Yunani merupakan salah satu negara yang ilmu pengetahuan dan
peradabannya maju pada zamannya. Dari sinilah awal perkembangan tentang
hukum demokrasi modern. Seiring berjalannya waktu hingga sekitar abad
ke-18 terjadilah revolusi-revolusi termasuk perkembangan demokrasi di
berbagai negara. Konsep demokrasi menjadi salah satu indikator
perkembangan sistem politik sebuah negara. Prinsip Trias politica yang
diterapkan oleh negara demokrasi menjadi sangat utama untuk memajukan
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Fakta sejarah juga memeri bukti
bahwa kekuasaan eksekutif yang terlalu besar tidak menjamin dalam
pembentukan masyarakat yang adil dan beradab.
Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Konstitusi Indonesia, UUD 1945, menjelaskan bahwa Indonesia adalah
sebuah negara demokrasi. Presiden dalam menjalankan kepemimpinannya
harus memberikan pertanggungjawaban kepada MPR sebagai wakil rakyat.
Oleh karena itu secara hierachy rakyat adalah pemegang kekuasaan
tertinggi melalui sistem perwakilan dengan cara pemilihan umum. Pada era
Presiden Soekarno, Indonesia sempat menganut demokrasi terpimpin tahun
1956. Indonesia juga pernah menggunakan demokrasi semu(demokrasi
pancasila) pada era Presiden Soeherto hingga tahun 1998 ketika Era
Soeharto digulingkan oleh gerakan mahasiswa. Gerakan mahasiswa yang
telah memakan banyak sekali harta dan nyawa dibayar dengan senyum
gembira dan rasa syukur ketika Presiden Soeharto mengumumkan "berhenti
sebagai Presiden Indonesua" pada 21 Mei 1998. Setelah era Seoharto
berakhir Indonesia kembali menjadi negara yang benar-benar demokratis
mulai saat itu. Pemilu demokratis yang diselenggarakan tahun 1999
dimenangkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Pada tahun 2004 untuk pertama kali Bangsa Indonesia menyelenggarakan
pemilihan umum presiden. INi adalah sejarah baru dalam kehidupan
demokrasi Indonesia.
Kamis, 06 Februari 2014
Pemilu di Indonesia
Pemilu di Indonesia | Sistem Pemilihan Umum
Sesuai teori demokrasi klasik pemilu
adalah sebuah "Transmission of Belt" sehingga kekuasaan yang berasal dari
rakyat bisa bergeser menjadi kekuasaan negara yang kemudian berubah
bentuk menjadi wewenang pemerintah untuk melaksanakan pemerintahan dan
memimpin rakyat.
Berikut adalah pendapat beberapa para ahli tentang pemilihan umum:
a. Moh. Kusnardi & Harmaily Ibrahim - Pemilihan umum merupakan sebuah cara untuk memilih wakil-wakil rakyat. oleh karenanya bagi sebuah negara yang mennganggap dirinya sebagai negara demokratis, pemilihan umum itu wajib dilaksanakan dalam periode tertentu.
b. Bagir Manan - Pemilhan umum yang diselenggarakan dalam periode lima 5 tahun sekali adalah saat ataupun momentum memperlihatkan secara langsung dan nyata pemerintahan oleh rakyat. Ketika pemilihan umum itulah semua calon yang bermimpi duduk sebagai penyelenggara negara dan juga pemerintahan bergantung sepenuhnya pada kehendak atau keinginan rakyatnya.
Sistem Pemilu
Sistem Pemilihan Umum merupakan metode yang mengatur serta memungkinkan warga negara memilih/mencoblos para wakil rakyat diantara mereka sendiri. Metode berhubungan erat dengan aturan dan prosedur merubah atau mentransformasi suara ke kursi di parlemen. Mereka sendiri maksudnya adalah yang memilih ataupun yang hendak dipilih juga merupakan bagian dari sebuah entitas yang sama.
Terdapat bagian-bagian atau komponen-komponen yang merupakan sistem itu sendiri dalam melaksanakan pemilihan umum diantaranya:
a. Sistem Pemilihan Mekanis
Pada sistem ini, rakyat dianggap sebagai suatu massa individu-individu yang sama. Individu-individu inilah sebagai pengendali hak pilih masing-masing dalam mengeluarkan satu suara di tiap pemilihan umum untuk satu lembaga perwakilan.
b. Sistem pemilihan Organis
Pada sistem ini, rakyat dianggap sebagai sekelompok individu yang hidup bersama-sama dalam beraneka ragam persekutuan hidup. Jadi persekuuan-persekutuan inilah yang diutamakan menjadi pengendali hak pilih.
1. Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1959)
Pada masa ini pemilu diselenggarakan oleh kabinet BH-Baharuddin Harahap (tahun 1955). Pada pemilu ini pemungutan suara dilaksanakan 2 kali yaitu yang pertama untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan September dan yang kedua untuk memilih anggota Konstituante pada bulan Desember. Sistem yang diterapkan pada pemilu ini adalah sistem pemilu proporsional.
Pelaksanaan pemilu pertama ini berlangsung dengan demokratis dan khidmat, Tidak ada pembatasan partai politik dan tidak ada upaya dari pemerintah mengadakan intervensi atau campur tangan terhadap partai politik dan kampanye berjalan menarik. Pemilu ini diikuti 27 partai dan satu perorangan.
Akan tetapi stabilitas politik yang begitu diharapkan dari pemilu tidak tercapai. Kabinet Ali (I dan II) yang terdiri atas koalisi tiga besar: NU, PNI dan Masyumi terbukti tidak sejalan dalam menghadapi beberapa masalah terutama yang berkaitan dengan konsepsi Presiden Soekarno zaman Demokrasi Parlementer berakhir.
2. Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Setelah pencabutan Maklumat Pemerintah pada November 1945 tentang keleluasaan untuk mendirikan partai politik, Presiden Soekarno mengurangi jumlah partai politik menjadi 10 parpol. Pada periode Demokrasi Terpimpin tidak diselanggarakan pemilihan umum.
3. Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)
Setelah turunnya era Demokrasi Terpimpin yang semi-otoriter, rakyat berharap bisa merasakan sebuah sistem politik yang demokratis & stabil. Upaya yang ditempuh untuk mencapai keinginan tersebut diantaranya melakukan berbagai forum diskusi yang membicarakan tentang sistem distrik yang terdengan baru di telinga bangsa Indonesia.
Pendapat yang dihasilkan dari forum diskusi ini menyatakan bahwa sistem distrik dapat menekan jumlah partai politik secara alamiah tanpa paksaan, dengan tujuan partai-partai kecil akan merasa berkepentingan untuk bekerjasama dalam upaya meraih kursi dalam sebuah distrik. Berkurangnya jumlah partai politik diharapkan akan menciptakan stabilitas politik dan pemerintah akan lebih kuat dalam melaksanakan program-programnya, terutama di bidang ekonomi.
Karena gagal menyederhanakan jumlah partai politik lewat sistem pemilihan umum, Presiden Soeharto melakukan beberapa tindakan untuk menguasai kehidupan kepartaian. Tindakan pertama yang dijalankan adalah mengadakan fusi atau penggabungan diantara partai politik, mengelompokkan partai-partai menjadi tiga golongan yakni Golongan Karya (Golkar), Golongan Nasional (PDI), dan Golongan Spiritual (PPP). Pemilu tahun1977 diadakan dengan menyertakan tiga partai, dan hasilnya perolehan suara terbanyak selalu diraih Golkar.
4 . Zaman Reformasi (1998- Sekarang)
Pada masa Reformasi 1998, terjadilah liberasasi di segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Politik Indonesia merasakan dampak serupa dengan diberikannya ruang bagi masyarakat untuk merepresentasikan politik mereka dengan memiliki hak mendirikan partai politik. Banyak sekali parpol yang berdiri di era awal reformasi. Pada pemilu 1999 partai politik yang lolos verifikasi dan berhak mengikuti pemilu ada 48 partai. Jumlah ini tentu sangat jauh berbeda dengan era orba.
Pada tahun 2004 peserta pemilu berkurang dari 48 menjadi 24 parpol saja. Ini disebabkan telah diberlakukannya ambang batas (Electroral Threshold) sesuai UU no 3/1999 tentang PEMILU yang mengatur bahwa partai politik yang berhak mengikuti pemilu selanjutnya adalah parpol yang meraih sekurang-kurangnya 2% dari jumlah kursi DPR. Partai politikyang tidak mencapai ambang batas boleh mengikuti pemilu selanjutnya dengan cara bergabung dengan partai lainnya dan mendirikan parpol baru.
Untuk partai politik baru. Persentase threshold dapat dinaikkan jika dirasa perlu seperti persentasi Electroral Threshold 2009 menjadi 3% setelah sebelumnya pemilu 2004 hanya 2%. Begitu juga selanjutnya pemilu 2014 ambang batas bisa juga dinaikan lagi atau diturunkan.
Pentingnya Pemilu
Pemilu dianggap sebagai bentuk paling riil dari demokrasi serta wujud paling konkret keiktsertaan(partisipasi) rakyat dalam penyelenggaraan negara. Oleh sebab itu, sistem & penyelenggaraan pemilu hampir selalu menjadi pusat perhatian utama karena melalui penataan, sistem & kualitas penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat benar-benar mewujudkan pemerintahan demokratis.
Pemilu sangatlah penting bagi sebuah negara, dikarenakan:
Langsung, berarti masyarakat sebagai pemilih memiliki hak untuk memilih secara langsung dalam pemilihan umum sesuai dengan keinginan diri sendiri tanpa ada perantara.
2. Umum
Umum, berarti pemilihan umum berlaku untuk seluruh warga negara yg memenuhi persyaratan, tanpa membeda-bedakan agama, suku, ras, jenis kelamin, golongan, pekerjaan, kedaerahan, dan status sosial yang lain.
3. Bebas
Bebas, berarti seluruh warga negara yang memenuhi persyaratan sebagai pemilih pada pemilihan umum, bebas menentukan siapa saja yang akan dicoblos untuk membawa aspirasinya tanpa ada tekanan dan paksaan dari siapa pun.
4. Rahasia
Rahasia, berarti dalam menentukan pilihannya, pemilih dijamin kerahasiaan pilihannya. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa pun suaranya diberikan.
5. Jujur
Jujur, berarti semua pihak yang terkait dengan pemilu harus bertindak dan juga bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. Adil
Adil, berarti dalam pelaksanaan pemilu, setiap pemilih dan peserta pemilihan umum mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak mana pun.
Sistem perwakilan distrik (satu dapil untuk satu wakil)
Di dalam sistem distrik sebuah daerah kecil menentukan satu wakil tunggal berdasarkan suara terbanyak, sistem distrik memiliki karakteristik, antara lain :
Sistem Proposional (satu dapil memilih beberapa wakil)
Sistem yang melihat pada jumlah penduduk yang merupakan peserta pemilih.
Berbeda dengan sistem distrik, wakil dengan pemilih kurang dekat karena
wakil dipilih melalui tanda gambar kertas suara saja. Sistem
proporsional banyak diterapkan oleh negara multipartai, seperti Italia,
Indonesia, Swedia, dan Belanda.
Sistem ini juga dinamakan perwakilan berimbang ataupun multi member constituenty. ada dua jenis sistem di dalam sistem proporsional, yaitu ;
Berikut adalah pendapat beberapa para ahli tentang pemilihan umum:
a. Moh. Kusnardi & Harmaily Ibrahim - Pemilihan umum merupakan sebuah cara untuk memilih wakil-wakil rakyat. oleh karenanya bagi sebuah negara yang mennganggap dirinya sebagai negara demokratis, pemilihan umum itu wajib dilaksanakan dalam periode tertentu.
b. Bagir Manan - Pemilhan umum yang diselenggarakan dalam periode lima 5 tahun sekali adalah saat ataupun momentum memperlihatkan secara langsung dan nyata pemerintahan oleh rakyat. Ketika pemilihan umum itulah semua calon yang bermimpi duduk sebagai penyelenggara negara dan juga pemerintahan bergantung sepenuhnya pada kehendak atau keinginan rakyatnya.
Sistem Pemilu
Sistem Pemilihan Umum merupakan metode yang mengatur serta memungkinkan warga negara memilih/mencoblos para wakil rakyat diantara mereka sendiri. Metode berhubungan erat dengan aturan dan prosedur merubah atau mentransformasi suara ke kursi di parlemen. Mereka sendiri maksudnya adalah yang memilih ataupun yang hendak dipilih juga merupakan bagian dari sebuah entitas yang sama.
Terdapat bagian-bagian atau komponen-komponen yang merupakan sistem itu sendiri dalam melaksanakan pemilihan umum diantaranya:
- Sistem hak pilih
- Sistem pembagian daerah pemilihan.
- Sistem pemilihan
- Sistem pencalonan.
a. Sistem Pemilihan Mekanis
Pada sistem ini, rakyat dianggap sebagai suatu massa individu-individu yang sama. Individu-individu inilah sebagai pengendali hak pilih masing-masing dalam mengeluarkan satu suara di tiap pemilihan umum untuk satu lembaga perwakilan.
b. Sistem pemilihan Organis
Pada sistem ini, rakyat dianggap sebagai sekelompok individu yang hidup bersama-sama dalam beraneka ragam persekutuan hidup. Jadi persekuuan-persekutuan inilah yang diutamakan menjadi pengendali hak pilih.
Sistem Pemilihan Umum di Indonesia
Bangsa Indonesia telah menyelenggarakan pemilihan umum sejak zaman kemerdekaan. Semua pemilihan umum itu tidak diselenggarakan dalam kondisi yang vacuum, tetapi berlangsung di dalam lingkungan yang turut menentukan hasil pemilihan umum tersebut. Dari pemilu yang telah diselenggarakan juga dapat diketahui adanya usaha untuk menemukan sistem pemilihan umum yang sesuai untuk diterapkan di Indonesia.1. Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1959)
Pada masa ini pemilu diselenggarakan oleh kabinet BH-Baharuddin Harahap (tahun 1955). Pada pemilu ini pemungutan suara dilaksanakan 2 kali yaitu yang pertama untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan September dan yang kedua untuk memilih anggota Konstituante pada bulan Desember. Sistem yang diterapkan pada pemilu ini adalah sistem pemilu proporsional.
Pelaksanaan pemilu pertama ini berlangsung dengan demokratis dan khidmat, Tidak ada pembatasan partai politik dan tidak ada upaya dari pemerintah mengadakan intervensi atau campur tangan terhadap partai politik dan kampanye berjalan menarik. Pemilu ini diikuti 27 partai dan satu perorangan.
Akan tetapi stabilitas politik yang begitu diharapkan dari pemilu tidak tercapai. Kabinet Ali (I dan II) yang terdiri atas koalisi tiga besar: NU, PNI dan Masyumi terbukti tidak sejalan dalam menghadapi beberapa masalah terutama yang berkaitan dengan konsepsi Presiden Soekarno zaman Demokrasi Parlementer berakhir.
2. Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Setelah pencabutan Maklumat Pemerintah pada November 1945 tentang keleluasaan untuk mendirikan partai politik, Presiden Soekarno mengurangi jumlah partai politik menjadi 10 parpol. Pada periode Demokrasi Terpimpin tidak diselanggarakan pemilihan umum.
3. Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)
Setelah turunnya era Demokrasi Terpimpin yang semi-otoriter, rakyat berharap bisa merasakan sebuah sistem politik yang demokratis & stabil. Upaya yang ditempuh untuk mencapai keinginan tersebut diantaranya melakukan berbagai forum diskusi yang membicarakan tentang sistem distrik yang terdengan baru di telinga bangsa Indonesia.
Pendapat yang dihasilkan dari forum diskusi ini menyatakan bahwa sistem distrik dapat menekan jumlah partai politik secara alamiah tanpa paksaan, dengan tujuan partai-partai kecil akan merasa berkepentingan untuk bekerjasama dalam upaya meraih kursi dalam sebuah distrik. Berkurangnya jumlah partai politik diharapkan akan menciptakan stabilitas politik dan pemerintah akan lebih kuat dalam melaksanakan program-programnya, terutama di bidang ekonomi.
Karena gagal menyederhanakan jumlah partai politik lewat sistem pemilihan umum, Presiden Soeharto melakukan beberapa tindakan untuk menguasai kehidupan kepartaian. Tindakan pertama yang dijalankan adalah mengadakan fusi atau penggabungan diantara partai politik, mengelompokkan partai-partai menjadi tiga golongan yakni Golongan Karya (Golkar), Golongan Nasional (PDI), dan Golongan Spiritual (PPP). Pemilu tahun1977 diadakan dengan menyertakan tiga partai, dan hasilnya perolehan suara terbanyak selalu diraih Golkar.
4 . Zaman Reformasi (1998- Sekarang)
Pada masa Reformasi 1998, terjadilah liberasasi di segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Politik Indonesia merasakan dampak serupa dengan diberikannya ruang bagi masyarakat untuk merepresentasikan politik mereka dengan memiliki hak mendirikan partai politik. Banyak sekali parpol yang berdiri di era awal reformasi. Pada pemilu 1999 partai politik yang lolos verifikasi dan berhak mengikuti pemilu ada 48 partai. Jumlah ini tentu sangat jauh berbeda dengan era orba.
Pada tahun 2004 peserta pemilu berkurang dari 48 menjadi 24 parpol saja. Ini disebabkan telah diberlakukannya ambang batas (Electroral Threshold) sesuai UU no 3/1999 tentang PEMILU yang mengatur bahwa partai politik yang berhak mengikuti pemilu selanjutnya adalah parpol yang meraih sekurang-kurangnya 2% dari jumlah kursi DPR. Partai politikyang tidak mencapai ambang batas boleh mengikuti pemilu selanjutnya dengan cara bergabung dengan partai lainnya dan mendirikan parpol baru.
Untuk partai politik baru. Persentase threshold dapat dinaikkan jika dirasa perlu seperti persentasi Electroral Threshold 2009 menjadi 3% setelah sebelumnya pemilu 2004 hanya 2%. Begitu juga selanjutnya pemilu 2014 ambang batas bisa juga dinaikan lagi atau diturunkan.
Pentingnya Pemilu
Pemilu dianggap sebagai bentuk paling riil dari demokrasi serta wujud paling konkret keiktsertaan(partisipasi) rakyat dalam penyelenggaraan negara. Oleh sebab itu, sistem & penyelenggaraan pemilu hampir selalu menjadi pusat perhatian utama karena melalui penataan, sistem & kualitas penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat benar-benar mewujudkan pemerintahan demokratis.
Pemilu sangatlah penting bagi sebuah negara, dikarenakan:
- Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat.
- Pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi.
- Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam proses politik.
- Pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara konstitusional.
Langsung, berarti masyarakat sebagai pemilih memiliki hak untuk memilih secara langsung dalam pemilihan umum sesuai dengan keinginan diri sendiri tanpa ada perantara.
2. Umum
Umum, berarti pemilihan umum berlaku untuk seluruh warga negara yg memenuhi persyaratan, tanpa membeda-bedakan agama, suku, ras, jenis kelamin, golongan, pekerjaan, kedaerahan, dan status sosial yang lain.
3. Bebas
Bebas, berarti seluruh warga negara yang memenuhi persyaratan sebagai pemilih pada pemilihan umum, bebas menentukan siapa saja yang akan dicoblos untuk membawa aspirasinya tanpa ada tekanan dan paksaan dari siapa pun.
4. Rahasia
Rahasia, berarti dalam menentukan pilihannya, pemilih dijamin kerahasiaan pilihannya. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa pun suaranya diberikan.
5. Jujur
Jujur, berarti semua pihak yang terkait dengan pemilu harus bertindak dan juga bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. Adil
Adil, berarti dalam pelaksanaan pemilu, setiap pemilih dan peserta pemilihan umum mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak mana pun.
Sistem Distrik dan Proporsional -Kelebihan dan Kekurangan
Berikut penjabaran mengenai kelebihan dan kekurangan sistem distrik dan proporsional yang keduanya termasuk sistem pemilu mekanis seperti yang dijelaskan di atas.Sistem perwakilan distrik (satu dapil untuk satu wakil)
Di dalam sistem distrik sebuah daerah kecil menentukan satu wakil tunggal berdasarkan suara terbanyak, sistem distrik memiliki karakteristik, antara lain :
- first past the post : sistem yang menerapkan single member district dan pemilihan yang berpusat pada calon, pemenangnya adalah calon yang mendapatkan suara terbanyak.
- the two round system : sistem ini menggunakan putaran kedua sebagai dasar untuk menentukan pemenang pemilu. ini dijalankan untuk memperoleh pemenang yang mendapatkan suara mayoritas.
- the alternative vote : sama dengan first past the post bedanya adalah para pemilih diberikan otoritas untuk menentukan preverensinya melalui penentuan ranking terhadap calon-calon yang ada.
- block vote : para pemilih memiliki kebebasan untuk memilih calon-calon yang terdapat dalam daftar calon tanpa melihat afiliasi partai dari calon-calon yang ada.
Kelebihan Sistem Distrik
- Sistem ini mendorong terjadinya integrasi antar partai, karena kursi kekuasaan yang diperebutkan hanya satu.
- Perpecahan partai dan pembentukan partai baru dapat dihambat, bahkan dapat mendorong penyederhanaan partai secara alami.
- Distrik merupakan daerah kecil, karena itu wakil terpilih dapat dikenali dengan baik oleh komunitasnya, dan hubungan dengan pemilihnya menjadi lebih akrab.
- Bagi partai besar, lebih mudah untuk mendapatkan kedudukan mayoritas di parlemen.
- Jumlah partai yang terbatas membuat stabilitas politik mudah diciptakan
Kelemahan Sistem Distrik
- Ada kesenjangan persentase suara yang diperoleh dengan jumlah kursi di partai, hal ini menyebabkan partai besar lebih berkuasa.
- Partai kecil dan minoritas merugi karena sistem ini membuat banyak suara terbuang.
- Sistem ini kurang mewakili kepentingan masyarakat heterogen dan pluralis.
- Wakil rakyat terpilih cenderung memerhatikan kepentingan daerahnya daripada kepentingan nasional.
Sistem Proposional (satu dapil memilih beberapa wakil)
Sistem ini juga dinamakan perwakilan berimbang ataupun multi member constituenty. ada dua jenis sistem di dalam sistem proporsional, yaitu ;
- list proportional representation : disini partai-partai peserta pemilu menunjukan daftar calon yang diajukan, para pemilih cukup memilih partai. alokasi kursi partai didasarkan pada daftar urut yang sudah ada.
- the single transferable vote : para pemilih di beri otoritas untuk menentukan preferensinya. pemenangnya didasarkan atas penggunaan kota.
Kelebihan Sistem Proposional
- Dipandang lebih mewakili suara rakyat sebab perolehan suara partai sama dengan persentase kursinya di parlemen.
- Setiap suara dihitung & tidak ada yang terbuang, hingga partai kecil & minoritas memiliki kesempatan untuk mengirimkan wakilnya di parlemen. Hal ini sangat mewakili masyarakat majemuk (pluralis).
Kelemahan Sistem Proposional
- Sistem proporsional tidak begitu mendukung integrasi partai politik. Jumlah partai yang terus bertambah menghalangi integrasi partai.
- Wakil rakyat kurang dekat dengan pemilihnya, tapi lebih dekat dengan partainya. Hal ini memberikan kedudukan kuat pada pimpinan partai untuk menentukan wakilnya di parlemen.
- Banyaknya partai yang bersaing menyebabkan kesulitan bagi suatu partai untuk menjadi partai mayoritas.
Perbedaan utama antara sistem proporsional & distrik adalah bahwa
cara penghitungan suara dapat memunculkan perbedaan dalam komposisi
perwakilan dalam parlemen bagi masing-masing partai politik.
Sistem Politik Indonesia
Pengertian Sistem Politik Indonesia
Sistem adalah suatu keutuhan, keseluruhan, kebulatan suatu bagian
menjadi himpunan yang komplek dan terorganisir. Sebuah sistem bekerja
secara bersama dan menyeluruh agar dapat berfungsi optimal. Jika salah
satu bagian tidak bisa bekerja sama maka keseluruhan sistem akan
terganggu. Politik merupakan interaksi pemerintah dengan takyat dalam
rangka membuat kebijakan terbaik untuk kepentingan seluruh rakyatnya.
Dari pengertian sistem dan politik tersebut maka, Sistem Politik Indonesia adalah keseluruhan kegiatan(termasuk pendapat, prinsip, penentuan tujuan, upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, skala prioritas, dll) yang terorganisir dalan negara Indonesia untuk mengatur pemerintahan dan mempertahankan kekuasaan demi kepentingan umum dan kemaslahatan rakyat.
Kemudian untuk mewujudkan semua tujuan Sistem Politik di Indonesia membutuhkan suprastruktur dan infrastruktur yang baik. Mereka adalah lembaga negara(Presiden dan Wakil Presiden, MPR, DPR, DPD< MA, MK, KY dan lembaga lainnya) sebagai kekuatan utama dan didukung oleh partai politik, organisasi masyarakat, media komunikasi politik, pers, untuk menyalurkan aspirasi masyarakat agar kebijakan pemerintah sesuai dengan hati rakyat.
1. pembagian kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif berdasarkan hukum
2. Pemerintah berdasarkan konstitusi
3. Jaminan kebebasan individu dalam batas-batas tertentu
4. pemerintahan yang bertanggung jawab
5. Pemilu langsung dan multipartai
Dari pengertian sistem dan politik tersebut maka, Sistem Politik Indonesia adalah keseluruhan kegiatan(termasuk pendapat, prinsip, penentuan tujuan, upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, skala prioritas, dll) yang terorganisir dalan negara Indonesia untuk mengatur pemerintahan dan mempertahankan kekuasaan demi kepentingan umum dan kemaslahatan rakyat.
Kemudian untuk mewujudkan semua tujuan Sistem Politik di Indonesia membutuhkan suprastruktur dan infrastruktur yang baik. Mereka adalah lembaga negara(Presiden dan Wakil Presiden, MPR, DPR, DPD< MA, MK, KY dan lembaga lainnya) sebagai kekuatan utama dan didukung oleh partai politik, organisasi masyarakat, media komunikasi politik, pers, untuk menyalurkan aspirasi masyarakat agar kebijakan pemerintah sesuai dengan hati rakyat.
Sistm Politik Demokrasi Pancasila
Sistem Politik Demokrasi Pancasila merupakan sistem politik yang diterapkan di Indonesia saat ini. Sistem ini mengambil nilai-nilai luhur dari pancasila. Semua kegiatan yang telah dijelaskan diatas berpedoman pada pancasila dan dilaksanakan dengan demokratis. Prinsip Sistem Politik Demokrasi Pancasila:1. pembagian kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif berdasarkan hukum
2. Pemerintah berdasarkan konstitusi
3. Jaminan kebebasan individu dalam batas-batas tertentu
4. pemerintahan yang bertanggung jawab
5. Pemilu langsung dan multipartai
Sistem Hukum Indonesia
Pengertian Sistem Hukum
Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang terorganisasi dan kompleks, suatu himpunan atau perpaduan ha-hal atau bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks. Terdapat komponen yang terhubung dan mempunyai fungsi masing-masing terhubung menjadi sistem menurut pola. Sistem merupakan susunan pandangan, teori, asas yang teratur.
Sejarah Hukum di Indonesia
Kaedah Hukum
Sumber-sumber yang menjadi kaedah hukum atau peraturan kemasyarakatan:
1. Norma Agama merupakan peraturan hidup yang berisi perintah dan larangan yang bersumber dari Yang Maha Kuasa. Contoh: jangan membunuh, hormati orang tua, berdoa, dll
2. Norma Kesusilaan merupakan peraturan yang bersumber dari hati sanubari. contohnya: melihat orang yang sedang kesulitan maka hendaknya kita tolong.
3. Norma Kesopanan merupakan peraturan yang hidup di masyarakat tertentu. contohnya: menyapa orang yang lebih tua dengan bahasa yang lebih tinggi atau baik.
4. Norma Hukum merupakan peraturan yang dibuat oleh penguasa yang berisi perintah dan larangan yang bersifat mengikat: contohnya: ttiap indakan pidana ada hukumannya.
Unsur-unsur Hukum
2. Peraturan yang ditetapkan oleh instansi resmi negara
3. Peraturan yang bersifat memaksa
4. Peraturan yang memiliki sanksi tegas.
Sifat Hukum
Agar peraturan hidup kemasyarakatan agar benar-benar dipatuhi dan di taati sehingga menjadi kaidah hukum, peraturan hidup kemasyarakata itu harus memiliki sifat mengatur dan memaksa. Bersifat memaksa agar orang menaati tata tertib dalam masyarakaty serta memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa yang tidak mau patuh menaatinya.
Tujuan Hukum
Hukum bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu. Sementara itu, para ahli hukum memberikan tujuan hukum menurut sudut pandangnya masing-masing.
Berdasarkan pada beberapa tujuan hukum yang dikemukakan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan hukum itu memiliki dua hal, yaitu :
sumber :: http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com/2013/05/sistem-hukum-indonesia.html
Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang terorganisasi dan kompleks, suatu himpunan atau perpaduan ha-hal atau bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks. Terdapat komponen yang terhubung dan mempunyai fungsi masing-masing terhubung menjadi sistem menurut pola. Sistem merupakan susunan pandangan, teori, asas yang teratur.
Sistem Hukum di Indonesia
Sistem hukum Indonesia merupakan perpaduan beberapa sistem hukum. Sistem hukum Indonesia merupakan perpaduan dari hukum agama, hukum adat, dan hukum negara eropa terutama Belanda
sebagai Bangsa yang pernah menjajah Indonesia. Belanda berada di
Indonesia sekitar 3,5 abad lamanya. Maka tidak heran apabila banyak
peradaban mereka yang diwariskan termasuk sistem hukum. Bangsa Indonesia
sebelumnya juga merupakan bangsa yang telah memiliki budaya atau adat
yang sangat kaya. Bukti peninggalan atau fakta sejarah mengatakan bahwa
di Indonesia dahulu banyak berdiri kerajaan-kerajaan hindu-budha seperti
Sriwijaya, Kutai, Majapahit, dan lain-lain. Zaman kerajaan meninggalkan
warisan-warisan budaya yang hingga saat ini masih terasa. Salah satunya
adalah peraturan-peraturan adat yang hidup dan bertahan hingga kini. Nilai-nilai hukum adat merupakan salah satu sumber hukum
di Indonesia. Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim
terbesar maka tidak heran apabila bangsa Indonesia juga menggunakan
hukum agama terutama Islam sebagai pedoman dalam kehidupan dan juga
menjadi sumber hukum Indonesia.
Sejarah Hukum di Indonesia
- Periode Kolonialisme
Periode kolonialisme dibedakan menjadi tiga era, yaitu: Era VOC, Liberal Belanda dan Politik etis hingga pendudukan Jepang.
a. Era VOC
Pada era penjajahan VOC, sistem hukum yang digunakan bertujuan untuk:
1. Keperluan ekspolitasi ekonomi untuk membantu krisis ekonomi di negera Belanda;
2. Pendisiplinan rakyat asli Indonesia dengan sistem yang otoriter
3. Perlindungan untuk orang-orang VOC, serta keluarga, dan para imigran Eropa.
Hukum Belanda diterapkan terhadap bangsa Belanda atau Eropa. Sedangkan
untuk rakyat pribumi, yang berlaku ialah hukum-hukum yang dibuat oleh
tiap-tiap komunitas secara mandiri. Tata politik & pemerintahan pada
zaman itu telah mengesampingkan hak-hak dasar rakyat di nusantara &
menjadikan penderitaan yang pedih terhadap bangsa pribumi di masa itu.
b. Era Liberal Belanda
Tahun 1854 di Hindia-Belanda dikeluarkan Regeringsreglement (kemudian
dinamakan RR 1854) atau Peraturan mengenai Tata Pemerintahan (di
Hindia-Belanda) yang tujuannya adalah melindungi kepentingan usaha-usaha
swasta di tanah jajahan & untuk yang pertama kalinya mencantumkan
perlindungan hukum untuk rakyat pribumi dari pemerintahan jajahan yang
sewenang-wenang. Hal ini bisa dilihat dalam (Regeringsreglement) RR 1854
yang mengatur soal pembatasan terhadap eksekutif (paling utama Residen)
& kepolisian, dan juga jaminan soal proses peradilan yg bebas.
Otokratisme administrasi kolonial masih tetap terjadi pada era ini,
meskipun tidak lagi sekejam dahulu. Pembaharuan hukum yang didasari oleh
politik liberalisasi ekonomi ini ternyata tidak dapat meningkatkan
kesejahteraan rakyat pribumi, sebab eksploitasi masih terus terjadi.
c. Era Politik Etis Sampai Kolonialisme Jepang
Politik Etis diterapkan di awal abad ke-20. Kebijakan-kebijakan awal
politik etis yang berkaitan langsung dengan pembaharuan hukum antara
lain:
1. Pendidikan bagi rakyat pribumi, termasuk juga pendidikan lanjutan hukum;
2. Pendirian Volksraad, yaitu lembaga perwakilan untuk kaum pribumi;
3. Manajemen organisasi pemerintahan, yang utama dari sisi efisiensi;
4. Manajemen lembaga peradilan, yang utama dalam hal profesionalitas;
5. Pembentukan peraturan perundang-undangan yg berorientasi pada kepastian hukum.
Sampai saat hancurnya kolonialisme Belanda, pembaruan hukum di Hindia
Belanda meninggalkan warisan: i) Pluralisme/dualisme hukum privat dan
pluralisme/dualisme lembaga-lembaga peradilan; ii) Pengelompokan rakyat
ke menjadi tiga golongan; Eropa dan yang disamakan, Timur Asing,
Tionghoa & Non-Tionghoa, & Pribumi.
Masa penjajahan Jepang tidak banyak terjadi pembaruan hukum di semua
peraturan perundang-undangan yang tidak berlawanan dengan peraturan
militer Jepang, tetap berlaku sambil menghapus hak-hak istimewa
orang-orang Belanda & Eropa lainnya. Sedikit perubahan
perundang-undangan yang dilakukan: i) Kitab Undang-undang Hukum Perdata,
yang awalnya hanya berlaku untuk golongan Eropa & yang setara,
diberlakukan juga untuk kaum Cina; ii) Beberapa peraturan militer
diselipkan dalam peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku. Di
bidang peradilan, pembaharuan yang terjadi adalah: i) Penghapusan
pluralisme/dualisme tata peradilan; ii) Unifikasi kejaksaan; iii)
Penghapusan pembedaan polisi kota & lapangan/pedesaan; iv)
Pembentukan lembaga pendidikan hukum; v) Pengisian secara besar-besaran
jabatan-jabatan administrasi pemerintahan & hukum dengan rakyat
pribumi.
- Era Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal
a. Era Revolusi Fisik
i) Melanjutkan unfikasi badan-badan peradilan dengan melaksanakan penyederhanaan;
ii) Mengurangi serta membatasi
peranan badan-badan pengadilan adat & swapraja, terkecuali
badan-badan pengadilan agama yg bahkan diperkuat dengan pembentukan
Mahkamah Islam Tinggi.
b. Era Demokrasi Liberal
Undang-undang Dasar Sementara 1950
yang sudah mengakui HAM. Namun pada era ini pembaharuan hukum &
tata peradilan tidak banyak terjadi, yang terjadi adalah dilema untuk
mempertahankan hukum & peradilan adat atau mengkodifikasi dan
mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka terhadap perkembangan
ekonomi dan tata hubungan internasional. Selajutnya yang terjadi
hanyalah unifikasi peradilan dengan menghapuskan seluruh badan-badan
& mekanisme pengadilan atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan
negara, yang ditetapkan melalui UU No. 9/1950 tentang Mahkamah Agung
dan UU Darurat No. 1/1951 tentang Susunan & Kekuasaan Pengadilan.
- Era Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru
a. Era Demokrasi Terpimpin
Perkembangan dan dinamika hukum di era ini
i) Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan & mendudukan MA & badan-badan pengadilan di bawah lembaga eksekutif;
ii) Mengubah lambang hukum "dewi keadilan" menjadi "pohon beringin" yang berarti pengayoman;
iii) Memberikan kesempatan kepada
eksekutif untuk ikut campur tangan secara langsung atas proses peradilan
sesuai UU No.19/1964 & UU No.13/1965;
iv) Menyatakan bahwa peraturan
hukum perdata pada masa pendudukan tidak berlaku kecuali hanya sebagai
rujukan, maka dari itu hakim harus mengembangkan putusan-putusan yang
lebih situasional & kontekstual.
b. Era Orde Baru
Pembaruan hukum pada masa Orde
Baru dimulai dari penyingkiran hukum dalam proses pemerintahan dan
politik, pembekuan UU Pokok Agraria, membentuk UU yang mempermudah modal
dari luar masuk dengan UU Penanaman modal Asing, UU Pertambangan, dan
UU Kehutanan. Selain itu,
orde baru juga melancarkan: i) Pelemahan lembaga hukum di bawah
kekuasaan eksekutif; ii) Pengendalian sistem pendidikan & pembatasan
pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Kesimpulannya, pada
era orba tidak terjadi perkembangan positif hukum Nasional.
- Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)
Semenjak kekuasaan eksekutif
beralih ke Presiden Habibie sampai dengan sekarang, sudah dilakukan 4
kali amandemen UUD RI 1945. Beberapa pembaruan formal yang terjadi
antara lain: 1) Pembaruan sistem politik & ketetanegaraan; 2)
Pembaruan sistem hukum & HAM; dan 3) Pembaruan sistem ekonomi.
- terdapat perintah dan larangan
- terdapat sanksi tegas bagi yang melanggar
- perintah dan larangan harus ditaati untuk seluruh masyarakat
Kaedah Hukum
Sumber-sumber yang menjadi kaedah hukum atau peraturan kemasyarakatan:
1. Norma Agama merupakan peraturan hidup yang berisi perintah dan larangan yang bersumber dari Yang Maha Kuasa. Contoh: jangan membunuh, hormati orang tua, berdoa, dll
2. Norma Kesusilaan merupakan peraturan yang bersumber dari hati sanubari. contohnya: melihat orang yang sedang kesulitan maka hendaknya kita tolong.
3. Norma Kesopanan merupakan peraturan yang hidup di masyarakat tertentu. contohnya: menyapa orang yang lebih tua dengan bahasa yang lebih tinggi atau baik.
4. Norma Hukum merupakan peraturan yang dibuat oleh penguasa yang berisi perintah dan larangan yang bersifat mengikat: contohnya: ttiap indakan pidana ada hukumannya.
Unsur-unsur Hukum
Di dalam sebuah sistem hukum terdapat unsur-unsur yang membangun sistem tersebut yaitu:
1. Peraturan yang mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan bermasyarakat2. Peraturan yang ditetapkan oleh instansi resmi negara
3. Peraturan yang bersifat memaksa
4. Peraturan yang memiliki sanksi tegas.
Sifat Hukum
Agar peraturan hidup kemasyarakatan agar benar-benar dipatuhi dan di taati sehingga menjadi kaidah hukum, peraturan hidup kemasyarakata itu harus memiliki sifat mengatur dan memaksa. Bersifat memaksa agar orang menaati tata tertib dalam masyarakaty serta memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa yang tidak mau patuh menaatinya.
Tujuan Hukum
Hukum bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu. Sementara itu, para ahli hukum memberikan tujuan hukum menurut sudut pandangnya masing-masing.
- Prof. Subekti, S.H. hukum itu mengabdi pada tujuan Negara yang dalam pokoknya ialah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya.
- Prof. MR. dr. L.J. Van Apeldoorn, tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai.
- Geny, hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan, dan sebagai unsur daripada keadilan disebutkannya “kepentingan daya guna dan kemanfaatan”.
- Jeremy Betham (teori utilitas), hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang.
- Prof. Mr. J. Van Kan, hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak dapat diganggu.
Berdasarkan pada beberapa tujuan hukum yang dikemukakan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan hukum itu memiliki dua hal, yaitu :
- untuk mewujudkan keadilan
- semata-mata untuk mencari faedah atau manfaat.
- menjamin adanya kepastian hukum.
- Menjamin keadilan, kebenaran, ketentraman dan perdamaian.
- Menjaga jangan sampai terjadi perbuatan main hakim sendiri dalam pergaulan masyarakat.
Sumber hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang
mempunyai kekuatan-kekutatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan
yang jika dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata. Sumber
hukum dapat ditinjau dari segi :
1. Sumber hukum material, sumber hukum yang dapat ditinjau dari berbagai
sudut pandang, misalnya ekonomi, sejarah, sosiologi, dan filsafat.
Seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog) akan menyatakan bahwa yang
menjadi sumber hukum adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam
masyarakat. Demikian sudut pandang yang lainnya pun seterusnya akan
bergantung pada pandangannya masing-masing bila kita telusuri lebih
jauh.
2. Sumber hukum formal, membagi sumber hukum menjadi :
- Undang-undang (statue), yaitu suatu peraturan Negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa Negara.
a) Dalam arti material adalah setiap peraturan yang
dikeluarkan oleh pemerintah yang dilihat dari isinya mengikat secara
umum seperti yang diatur dalam TAP MPRS No. XX/MPRS/1966.
b) Dalam arti formal adalah keputusan yang
dikeluarkan oleh pemerintah yang karena bentuknya dan dilibatkan dalam
pembuatannya disebut sebagai undang-undang
- Kebiasaan (custom/adat), perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama kemudian diterima dan diakui oleh masyarakat. Apabila ada tindakan atau perbuatan yang berlawanan dengan kebiasaan tersebut, hal ini dirasakan sebagai pelanggaran.
- Keputusan Hakim (Jurisprudensi); adalah keputusan hakim terdahulu yang dijadikan dasar keputusan oleh hakim-hakim lain dalam memutuskan perkara yang sama.
- Traktat (treaty); atau perjanjian yang mengikat warga Negara dari Negara yang bersangkutan. Traktat juga merupakan perjanjian formal antara dua Negara atau lebih. Perjanjian ini khusus menyangkut bidang ekonomi dan politik.
- Pendapat Sarjana Hukum (doktrin); merupakan pendapat para ilmuwan atau para sarjana hukum terkemuka yang mempunyai pengaruh atau kekuasaan dalam pengambilan keputusan.
sumber :: http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com/2013/05/sistem-hukum-indonesia.html
Senin, 20 Januari 2014
Dikotomi Capres Tua-Muda Melawan Demokrasi
Jakarta – Hasil survei
Institut Riset Indonesia (INSIS) tentang partisipasi publik dalam Pemilu
2014 menyimpulkan bahwa partisipasi masyarakat cenderung meningkat jika
partai politik mengusung calon presiden (capres) muda di Pilpres 2014.
Namun Sekretaris Fraksi Hanura DPR Saleh Husin
menyatakan bahwa dirinya tak sepakat dengan anggapan itu. Dia tak mau
membedakan usia dalam hal pencapresan yang menyangkut nasib bangsa lima
tahun ke depan.
“Untuk memimpin bangsa yang dibutuhkan
bukan capres tua dan muda, melainkan figur yang mampu dan memiliki
pengalaman membenahi bangsa. Untuk memimpin bangsa sebesar Indonesia,
kita tidak boleh terjebak pada tua muda, laki perempuan namun lebih pada
kapasitas dan kapabilitas calon yang bersangkutan,” kata Saleh awal
minggu ini.
Hal senada juga disampaikan oleh pengamat politik Dr. Umar S. Bakry, MA.
Mendikotomikan calon presiden (capres) tua dan muda adalah cara
berfikir yang melawan demokrasi. Apalagi menggalang opini agar publik
lebih memilih capres muda daripada capres tua, jelas merupakan tindakan
diskriminatif yang bertentangan dengan semangat demokrasi itu sendiri.
“Dalam sistem demokrasi, setiap warga negara mempunyai kedudukan yang
sama di depan hukum dan pemerintahan. Tak ada praktek demokrasi di
manapun dunia yang mengatur norma bahwa capres muda lebih baik dari
capres tua,” demikian disampaikan pengamat politik Dr. Umar S. Bakry, MA kepada wartawan, Jum’at, di Jakarta.
Selain melawan demokrasi, menurut Umar, penggiringan opini publik
untuk menolak capres yang sudah berumur juga tidak memiliki logika atau
alasan yang mendasar. Tidak ada jaminan dan juga tidak ada statistik
yang menunjukkan bahwa presiden berusia muda selalu lebih baik daripada
yang berusia tua.
Umar menjelaskan bahwa di banyak negara presiden atau pemimpin
berusia lanjut justru dapat membuat sejumlah prestasi gemilang, seperti
Ronald Reagan di AS atau Mahathir Muhammad di Malaysia. Sedangkan
Presiden Dmitry Medvedev di Rusia dan Perdana Menteri Yingluck
Siwanatra di Thailand yang notabene masih berusia muda ternyata tidak
sanggup berbuat banyak untuk mengatasi kesulitan negerinya, ujar Sekjen
Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) itu.
Di Indonesia sendiri belum ada trend bahwa pemimpin muda lebih baik
dari tokoh-tokoh senior. Menurut Umar, yang ada justru tokoh-tokoh muda
banyak yang masuk penjara akibat kasus korupsi yang dilakukannya. Selain
integritasnya belum teruji, banyak politisi muda kita justru cenderung
bersikap pragmatis dan gemar mempertontonkan gaya hidup hedonis di
tengah masyarakat.
Menanggapi survei Institut Riset Indonesia (Insis) yang mengatakan
bahwa capres dari generasi muda lebih dikehendaki publik, Umar dengan
tegas meragukannya. Hasil survei Insis itu, kata Umar, bertolak belakang
dengan temuan Lembaga Survei Nasional (LSN) yang menunjukkan bahwa
61,2% publik tidak mempermasalahkan apakah Presiden RI mendatang berasal
dari generasi muda atau generasi tua.
Umar juga menganggap bahwa hasil survei Insis yang menyebutkan
partisipasi pemilih dalam Pilpres 2014 akan tinggi jika capres yang
berkontestasi berumur di bawah 55 tahun.
Menurut survei LSN, katanya, cuma 15,9% publik yang mengharapkan
capres berusia 50-55 tahun. “Mayoritas publik justru tidak
mempermasalahkan berapa umur capres yang ideal, karena di mata publik
yang penting adalah kualitas kepemimpinan, bukan umurnya tua atau muda,”
tegas dosen senior sebuah perguruan tinggi di Jakarta tersebut.
Dalam kapasitasnya sebagai Sekjen AROPI, Umar menyesalkan akhir-akhir
ini banyak lembaga riset yang mengingkari prinsip-prinsip
profesionalitas dan independensi. Banyak lembaga survei baru bermunculan
menjelang Pemilu 2014. Diantara mereka banyak yang tidak memahami
dengan baik kode etik survei opini publik dan masih awam dalam
penguasaan metodologi riset. Bahkan, menurut Umar, sejumlah lembaga
survei telah terjebak menjadi kendaraan politik kontestan Pemilu
sehingga hasil-hasil survei yang dipublikasikannya pun di-design
sedemikian rupa untuk menguntungkan kontestan tertentu dan
mendiskriminasi kontestan lainnya.
“Menggiring opini publik untuk memilih capres muda adalah bentuk
tindakan diskriminatif lembaga survei yang bertentangan dengan kode etik
dan prinsip independensi,” tegas Umar.
sumber : http://hanura.com/10/blog/dikotomi-capres-tua-muda-melawan-demokrasi/
sumber : http://hanura.com/10/blog/dikotomi-capres-tua-muda-melawan-demokrasi/
Sabtu, 11 Januari 2014
Perayaan HUT Partai HANURA yang ke-7
MEWUJUDKAN MIMPI INDONESIA
Perayaan HUT Partai HANURA yang ke-7
Sentul International Convention Center, Bogor
21 Desember 2013.
Senin, 06 Januari 2014
Langganan:
Postingan (Atom)